Sukodadi - Q  

Oleh M. Akbar Fitriyan, Hs

Hay Sobat Cah Kene - Omae Kono, Pa Kbar Semua ?? Baek-2 Aja-Kan? Kale ene aQ Mau Sedikit mengulas tentang SeJarah Kecamatan Asal Lahir-Q!! Zups, Bener Banget Kayak yang ada Dijudulnya, Sukodadi Pastinya,, He..He...!!!
Za Uda Dech Dari Pade Kebanyakan Omong Mending Langsug Aja,, Seputar Sukodadi...

  • Geografis
Geografis Kecamatan Sukodadi terletak pada jalur Jalan Arteri DPU. Bina Marga dan Jalan Kereta Api antara Jakarta-Surabaya, tepatnya pada sebelah barat Kota Kabupaten Lamongan dengan jarak radius kurang lebih 18 Km dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Karanggeneng
Sebelah Timur : Kecamatan Turi dan Kecamatan Lamongan
Sebelah Selatan : Kecamatan Sugio dan Kecamatan Kembangbahu
Sebelah Barat : Kecamatan Pucuk
  • Luas Wilayah
Kecamatan Sukodadi dengan laus wilayah : 4. 588, 13 Ha dengan ketinggian darat Kecamatan Sukodadi diatas permukaan laut adalah : 0 - 7 meter.
  • Kependudukan
Populasi penduduk wilayah Kecamatan Sukodadi sebanyak 48.336 jiwa yang terdiri dari; Laki-laki sebanyak 23.560 jiwa dan perempuan sebanyak 24.776 jiwa.

  • Potensi wilayah
Kecamatan Sukodadi memiliki potensi yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat sekaligus menunjang perkembangan Kabupaten Lamongan. Dengan adanya berbagai potensi di wilayah Kecamatan Sukodadi dan dukungan Sumber Daya manusia yang memadai serta patang menyerah dalam mengikuti bidang usaha sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, disamping mengerjakan lahan pertanian dan tambak yang sedang mulai berkembang, juga mengembangkan usaha yang lain yang cukup menonjol potensinya antara lain
Home Industri / Kerajinan Rakyat
Anyaman Bambu
Kerajinan anyaman bambu berada di Desa : Sukolilo, Madulegi, Sugihrejo, Siwalanrejo Jenis Kerajinan anyaman bambu terdiri : Kipas, Jaran Kepang ( mainan anak-anak ), Kalo, Kukusan, Kemarang, Sesek
Industri plastik
Pembuatan Dompet anting Kunci / Kontak, sarung HP dan Remot yang berada di Desa Menongo.
Pembuatan Jamu Tradisional
Kudu laos, temu lawak, beras kencur berada di Desa Pajangan.
Alat dapur
Kerajinan pembuatan alat dapur dari seng / besi berada di Desa Menongo jenisnya : Kompor, Dandang dan Gembor.
Makanan
Pembuatan kripik tempe tahu, krupuk, kacang atom dan roti berada di Desa :Sukodadi, Bandungsari, Baturono, Kebonsari dan Kadungrembug.
Industri Kecil
Industri kecil pembuatan pupuk dan makanan ikan bandeng berada di Desa : Sidogembul dan Kebonsari.

Okey Sobat Itu tadi sekilas tentang Sukodadi, Buat yang masih penasaran bisa langsung dateng aja Ke Sukodadi, Dijamin gak Bakalan Rugi......

Baca Selengkapnya..

Lamongan Tempo Doeloe  

Oleh M. Akbar Fitriyan, Hs

Dulu Lamongan merupakan Pintu Gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu, Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari atau Kerajaan Mojopahit, berada di Ujung Galuh, Canggu dan kambang Putih ( Tuban). Setelah itu tumbuh pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), merupakan daerah amat ramai , sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan luar Negeri.

Zaman Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur, Di Lamongan berkembang Kerajaan kecil Malawapati ( kini dusun Melawan desa Kedung Wangi kecamatan Sambeng ) dipimpin Raja Agung Angling darma dibantu Patih Sakti Batik Maadrim termasuk kawasan Bojonegoro kuno. Saat ini masih tersimpan dengan baik, Sumping dan Baju Anglingdarma didusun tersebut. Di sebelah barat berdiri Kerajaan Rajekwesi di dekat kota Bojonegoro sekarang.

Pada waktu Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350 -1389) kawasan kanan kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan. Merupakan daerah penyangga ekonomi Mojopahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini disebut Daerah Swatantra Pamotan dibawah kendali Bhre Pamotan atau Sri Baduga Bhrameswara paman Raja Hayam Wuruk ( Petilasan desa Pamotan kecamatan Sambeng ), sebelumnya. Di bawah kendali Bhre Wengker ( Ponorogo ). Daerah swatantra Pamotan meliputi 3 kawasan pemerintahan Akuwu , meliputi Daerah Biluluk (Bluluk) Daerah Tenggulunan (Tenggulun Solokuro) , dan daerah Pepadhangan (Padangan Bojonegoro).

Menurut buku Negara Kertagama telah berdiri pusat pengkaderan para cantrik yang mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa (desa Blawi Karangbinangun) , di Pacira ( Sendang Duwur Paciran), di Klupang (Lopang Kembangbahu) dan di Luwansa ( desa Lawak Ngimbang). Desa Babat kecamatan Babat ditengarahi terjadi perang Bubat, sebab saat itu babat salah satu tempat penyeberangan diantar 42 temapt sepanjang aliran bengawan Solo. Berita ini terdapat dalam Prasasti Biluluk yang tersimpan di Musium Gajah Jakarta, berupa lempengan tembaga serta 39 gurit di Lamongan yang tersebar di Pegunungan Kendeng bagian Timur dan beberapa temapt lainnya.

Menjelang keruntuhan Mojopahit tahun 1478M, Lamongan saat itu dibawah kekuasaaan Keerajaan Sengguruh (Singosari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono (Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan diperintah oleh Demung, bertempat disekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Setelah itu diperintah Rakrian Rangga samapi 1542M ( petilasan di Mushalla KH.M.Mastoer Asnawi kranggan kota Lamongan ). Kekuasaan Mojopahit di bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Brawijaya V di Galgahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah ( Raden Patah ) 1500 – 1518, lalu diganti anaknya, Adipati Unus 1518 -1521 M , Sultan Trenggono 1521 – 1546 M.

Dalam mengembangkan ambisinya, sultan Trenggono mengutus Sunan Gunung Jati ( Fatahilah ) ke wilayah barat untuk menaklukkan Banten, Jayakarta, danCirebon. Ke timur langsung dpimpin Sultan sendiri menyerbu Lasem, Tuban dan Surabaya sebelum menyerang Kerajaan Blambangan ( Panarukan). Pada saat menaklukkan Surabaya dan sekitarnya, pemerintahan Rakryan Rangga Kali Segunting ( Lamong ), ditaklukkan sendiri oleh Sultan Trenggono 1541 . Namun tahun 1542 terjadi pertempuran hebat antara pasukan Rakkryan Kali Segunting dibantu Kerajaan sengguruh (Singosari) dan Kerajaan Kertosono Nganjuk dibawah pimpinan Ki Ageng Angsa dan Ki Ageng Panuluh, mampu ditaklukkan pasukan Kesultanan Demak dipimpin Raden Abu Amin, Panji Laras, Panji Liris. Pertempuran sengit terjadi didaerah Bandung, Kalibumbung, Tambakboyo dan sekitarnya.

Tahun 1543M, dimulailah Pemerintahan Islam yang direstui Sunan Giri III, oleh Sultan Trenggono ditunjuklah R.Abu Amin untuk memimpin Karanggan Kali Segunting, yang wilayahnya diapit kali Lamong dan kali Solo. Wilayah utara kali Solo menjadi wilayah Tuban, perdikan Drajat, Sidayu, sedang wilayah selatan kali Lamong masih menjadi wilayah Japanan dan Jombang. Tahun 1556 M R.Abu Amin wafat digantikan oleh R.Hadi yang masih paman Sunan Giri III sebagai Rangga Hadi 1556 -1569M Tepat hari Kamis pahing 10 Dzulhijjah 976H atau bertepatan 26 mei 1569M, Rangga Hadi dilantik menjadi Tumenggung Lamong bergelar Tumenggung Surajaya ( Soerodjojo) hingga tahun 1607 dan dimakamkan di Kelurahan Tumenggungan kecamatan Lamongan dikenal dengan Makam Mbah Lamong. Tanggal tersebut dipakai sebagai Hari Jadi Lamongan.

Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi daerah garis depan melawan tentara pendudukan Belanda, perencanaan serangan 10 Nopember Surabaya juga dilakukan Bung Tomo dengan mengunjungi dulu Kyai Lamongan dengan pekikan khas pembakar semangat Allahu Akbar. Lamongan yang dulunya daerah miskin dan langganan banjir, berangsur-angsur bangkit menjadi daerah makmur dan menjadi rujukan daerah lain dalam pengentasan banjir. Dulu ada pameo “ Wong Lamongan nek rendeng gak iso ndodok, nek ketigo gak iso cewok “ tapi kini diatasi dengan semboyan dari Sunan Drajat, Derajate para Sunan dan Kyai “ Memayu Raharjaning Praja “ yang benar –benar dilakukan dengan perubahan mendasar, dalam memsejahterahkan rakyatnya masih memegang budaya kebersamaan saling membantu sesuai pesan kanjeng Sunan Drajat “ Menehono mangan marang wong kangluwe, menehono paying marang wong kang kudanan , menehono teken marang wong kang wutho, menehono busaono marang wong kang wudho “

Kabupaten Lamongan yang kini dikomandani H.Masfuk sebagai Bupati periode ke 2 dan H.Tsalis Fahmi sebagai wakil Bupati melejit bagaikan Sulapan , dengan terobosannya yang menjadi perbincangan Nasional. Yang menonjol selama ini menjadi Ikon Wisata Bahari Lamongan (Lamongan Ocean Tourism Ressort) , Lamongan Integrated Sharebased, Proyek Pelabuhan Rakyat, dan Proyek Lapangan Terbang dan Eksplorasi minyak Balong Wangi Sarirejo,memungkinkan datangnya investasi baik dari dalam negeri maupun investor luar negeri. Dengan tangan dinginnya PKL ditata rapi, Kelancara jalan desa dan pengairan ditata sedemikian rupa, termasuk memberikan Bea siswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi yang ekonominya kurang beruntung, dan nantinya jika telah menyelesaikan studynya bisa kembali dan menyumbangkan pikiran dan kemampuannya demi kemajuan Lamongan. Kegiatan HJL kali ini juga dumeriahkan oleh Dewan Kesenian Lamongan (DKL) parade Teater dan Pameran Senirupa kerja sama dengan STKW Surabaya di gedung Handayani tanggal 26 mei dilanjutkan Sarasehan seni rupa oleh Agus Koecing Surabaya , mengusung Peran dan perkembangan seni rupa jawa timur dan Management berkesenian , 27 mei 2007

Baca Selengkapnya..

Kabupaten Lamongan  

Oleh M. Akbar Fitriyan, Hs

Sejarah Kabupaten Lamongan Rakyat Dan Pemerintah Derah Tingkat II Lamongan Telah Berhasil Menemukan Hari Jadi Lamongan, Yaitu Pada Hari Kamis Pahing Tanggal 10 Dzulhijah Tahun 976 Hijriyah, Atau Hari Kamis Pahing Tanggal 26 Mei 1569 Masehi. Bahwa Sesungguhnya Hari Jadi Atau Hari Kelahiran Lamongan Tersebut Diambil Dan Ditetapkan Dari Hari Dan Tanggal Diwisudanya Adipati Lamongan Yang Pertama, Yaitu Tumenggung Surajaya. Waktu mudanya bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia lalu disebut Ranggahadi. Ranggahadi kemudian juga bernama mBah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah ini. Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan mahir menyebarkan ajaran agama Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan. Adapun yang mewisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama, tidak lain adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di Puri Kasunanan Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk agama Islam dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan. Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku di zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam. Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut : Garebeg Besar atau Idhul Adha. Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah. Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung di jaman keislaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa. Siapakah sebenarnya Tumenggung Surajaya itu ? didepan sudah diungkapkan nama kecil Tumenggung Surajaya adalah Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Sejak masih muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang trampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk pemerintahan. Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi. Ringkasnya sejarah, Rangga Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong, akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu kawasan yang disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan.Di daerah baru tersebut ternyata semua usaha dan rencana Rangga Hadi dapat berjalan dengan mudah dan lancar, terutama di dalam usaha menyebarkan Agama Islam,mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan Rangga Hadi sampai sekarang masih ada. Geografi Kabupaten Lamongan Gambaran Umum Daerah
1. Kondisi Geografis Daerah Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak pada 6° 51’54” sampai dengan 7° 23’ 6” Lintang Selatan dan diantara garis bujur timur 122° 4’ 4” sampai 122° 33’ 12” Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah kurang lebih 1.812,8km² atau +3.78% dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km2, apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut. Daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu: 1. Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu. 2. Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu-batu dengan kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro. Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah rawan banjir. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinagun, Glagah.. Batas wilayah administratif Kabupaten Lamongan adalah: Sebelah Utara perbatasan dengan laut jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gresik,Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan Kabupaten Mojokerto, sebelah barat berbatasan dengan Kabupten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban. Kondisi topografi Kabupaten Lamongan dapat ditinjau dari ketinggian wilayah di atas permukaan laut dan kelerengan lahan. Kabupaten Lamongan terdiri dari daratan rendah dan bonorowo dengan tingkat ketinggian 0-25 meter seluas 50,17%, sedangkan ketinggian 25-100 meter seluas 45,68%, selebihnya 4,15% berketinggian di atas 100 meter di atas permukaan air laut. Jika dilihat dari tingkat kemiringan tanahnya, wilayah Kabupaten Lamongan merupakan wilayah yang relatif datar, karena hampir 72,5% lahannya adalah datar atau dengan tingkat kemiringan 0-2% yang tersebar di kecamatan Lamongan, Deket, Turi,Sekaran, Tikung, Pucuk, Sukodadi, Babat, Kalitengah, Karanggeneng,Glagah, Karangbinagun,Mantup, Sugio, Kedongpring, Sebagian Bluluk, Modo, dan Sambeng, sedangkan hanya sebagian kecil dari wilayahnya adalah sangat curam, atau kurang dari 1% (0,16%) yang mempunyai tingkat kemirimgan lahan 40% lebih. Kondisi tata guna tanah di Kabupaten Lamongan adalah sebagai berikut: baku sawah (PU) 44.08 Hektar, Baku sawah tidak resmi (Non PU) 8.168,56 Hektar, sawah tadah hujan 25.407,80 Hektar, Tegalan 32.844,33 Hektar, pemukiman 12.418,89 Hektar, Tambak / kolam / waduk 3.497,72 Hektar, kawasan hutan 32.224,00 Hektar, kebun Campuran 212,00 Hektar, Rawa 1.340,00 Hektar, Tanah tandus / kritis 889,00 Hektar dan lain-lain 15.092,51 Hektar. 2. Gambaran Umum Demografis Menurut data Survey Sensus Ekonomi Nasional (susenas) Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Lamongan tahun 2005 sebanyak 1.261,972 jiwa, terdiri dari 646.830 jiwa (51,26%) perempuan dan 615.142 jiwa (48,74%) laki-laki. Dengan komposisi kelompok umur berdasarkan jenis kelamin laki-;laki usia 0-14 tahun sebanyak 170.087 jiwa (27,65%), usia 15-64 tahun sebanyak 407.040 (66,17%) dan usia di atas 65 tahun sebanyak 38.015 jiwa (6,18%). Sedangkan kelompok umur perempuan usia 0-14 tahun sebanyak 151.617 jiwa (23,44%), usia 15-64 tahun sebanyak 436.092 (67,42%) dan usia di atas 65 sebanyak 59.121 jiwa (9,14%), sehingga jumlah penduduk Kabupaten Lamongan secara keseluruhan berdasarkan kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 321.704 jiwa, usia 15-64 tahun sebanyak 843.132 jiwa, usia 65 ke atas sebanyak 97.136 jiwa. Banyaknya pencari kerja tamatan SD yang terdaftar sebanyak 55 orang, tamatan SMP sebanyak 216 orang, tamatan SMU / sederajat sebanyak 5.371 orang, tamatan Diploma I/II/III sebanyak 2.125 orang, tamatan sarjana sebanyak 3.419 orang. Adapun pemenuhan lowongan kerja menurut sektor listrik, gas dan air 186 orang, bangunan 242 orang, perdagangan 417 orang, angkutan 240 orang, bank dan keuangan 78 orang dan jasa-jasa 2.351 orang.3. Kondisi Ekonomi Potensi Unggulan Daerah Sebagai langkah strategis dalam mengimplementasikan kebijakan pembangunan ekonomi daerah, maka ada komponen utama yang perlu diketahui yaitu potensi unggulan daerah. Dengan mengetahui dan memahami potensi unggulan daerah dapat diketahui sektor-sektor basis dan unggulan yang dapat dipacu/diakselerasi dan dioptimalkan guna memacu perkembangan kondisi perekonomian / pembangunan daerah pada wilayah tersebut. Hal ini tentunya akan digunakan sebagai pendorong dalam mewujudkan pembangunan ekonomi berbasis potensi sumber daya yang ada di Kabupaten Lamongan. Hasil analisa komparatif dan sektor unggulan berdasarkan data produk Domestik regional Bruto (PDRB) melalui indeks Dominasi antar daerah di propinsi Jawa Timur (38 kabupaten/ kota) dengan menggunakan 2(dua) indikator utama yaitu statis location Quotion (SLQ) dan Dynamic Location Quotion (DLQ), maka dapat diketahui sektor-sektor unggulan daerah di Kabupataen Lamongan. Adapun sektor unggulan Kabupaten Lamongan tersebut antara lain 1. Sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan dan perikanan,2. Sektor industri pengolahan (khususnya sub sektor industri tanpa migas: industri tekstil, barang kulit, barang kayu, kertas dan barang cetakan), 3. Sektor bangunan / kontruksi, 4. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (khususnya sub sektor perdagangan besar dan eceran dan sub sektor hotel), 5. Sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta .6. Sektor jasa (khususnya sub sektor sosial dan kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi, dan perorangan dan rumah tangga). Selain berdasarkan hasil analisa diatas, potensi unggulan suatu daerah juga dapat dilihat dari kondisi sumberdaya yang dimiliki. Berdasarkan kondisi sumber daya alam yang ada, potensi unggulan daerah Kabupaten Lamongan di sektor pertanian khususnya nampak pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perikanan. Dengan total baku lahan sawah seluas 83.213 hektar(sekitar 7,23% dari total Jawa Timur Kabupaten Lamongan pada tahun 2006 mampu memberikan kontribusi produksi gabah sebanyak 776.085 ton GKG (7,14% dari total produksi gabah di Jawa Timur atau terbesar ke-2 di Jawa Timur). Kabupaten Lamongan juga merupakan penghasil nomor 5 (lima) terbesar di Jawa Timur untuk komoditi jagung, yaitu sebesar 5,61% dari total Jawa Timur. Sedangkan untuk sub sektor perikanan, Kabupaten Lamongan mampu memberikan kontribusi sebesar 15,25% dari total produksi ikan di Jawa Timur atau merupakan penghasil ikan terbesar di Jawa Timur, yaitu sekitar 65.874,984 ton senilai kurang lebih Rp.446 milyard. Kontribusi terbesar produksi ikan di Kabupaten Lamongan disumbangakan oleh produksi ikan air tawar (sawah tambak) dan produksi perikanan laut. Perikana sawah tambak yang didukung areal 22.422,49 hektar mampu memberikan produksi ikan air tawar sebesar di Jawa Timur, sedangkan perikanan laut yang didukung 19.994 nelayan dan 5.385 armada kapal penangkap ikan mampu menghasilkan produksi ikan terbesar nomor 3 (tiga) di Jawa Timur setelah Kabupaten Sumenep dan probolinggo. Sedangkakan pada sektor indusri pengolahan, keunggulan potensi sektor ini banyak ditopang oleh besarnya keberadaan industri rumah tangga (IRT) dan Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) yang ada. Berdasarkan data tahun 2006,di Kabupaten Lamongan berkembang 13.676 unit industri non formal dan 445 unit industri formal yang kesemuanya memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap perekonomian daerah dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Lamongan. Sektor bangunan /kontruksi merupakan salah satu sektor unggulan daerah di Kabupaten Lamongan.Hal ini menunjukkan suatu indikasi cepatnya laju gerak pembangunan sarana prasarana di Kabupaten Lamongan, baik itu berupa gedung,jalan jembatan,sarana irigasi dan infrastruktur lainnya seperti pelabuhan penyeberangan (ASDP), obyek wisata (WBL) dan kawasan industri (LIS) yang didukung peranan swasta/ investor. Besarnya volume perdagangan di Kabupaten Lamongan khususnya komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian dan industri hasil produk lamongan merupakan suatu potensi unggulan daerah yang perlu didukung dengan system pemasaran yang efisien dan dukungan sarana prasarana (infrastruktur) yang baik. Surplus beras pada tahun 2006 yang kurang lebih mencapai 358.000 ton merupakan salah satu komodoti perdagangan unggulan daerah, demikian juga komoditi perikanan air tawar (sawah tambak) dan perikanan laut yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian daerah. Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2006 memberikan perumbuhan ekonomi tertinggi, yaitu sebesar 10,37%. Sedangkan untuk sektor jasa, khususnya sub sektor hiburan dan rekreasi menunjukkan suatu perkembangan yang nyata/ significant untuk memberikan kontribusi yang semakin meningkat terhadap perokonomian daerah Kabupaten Lamongan. Pembangunan Wisata Bahari Lamongan (WBL) nampak nyata memberikan pengaruh langsung terhadap besarnya kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB. Dengan kunjungan wisatawan mencapai kurang lebih 850.000 per tahun merupakan suatu potensi daerah yang besar untuk terus dikembangkan dan disinergikan dengan obyek wisata lainnya seperti wisata religi / ziarah Makam Sunan Drajat dan Goa Maharani. Keberadaan WBL juga secara tidak langsung memberikan multiplayer effect terhadap kembang tumbuhnya kegiatan ekenomi produktif lainnya di masyarakat. Pada tahun 2006 sub sektor hiburan dan rekreasi mampu tumbuh sebesar 5,23%. Melalui pemikiran yang berwawasan luas (regional dan nasional) yang didukung dengan pemahaman bahwa potensi ekonomi daerah bukanlah sekedar apa yang terkandung dan tersedia di daerah tersebut, tetapi juga meliputi potensi ekonomi di luar teritori Wilayah Lamongan yang dapat mendatangkan manfaat bagi Lamongan. Melalui riset peta potensi unggulan daerah baik yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal-luar daerah, propinsi bahkan nasional disertai dengan strategi pemasaran daerah, Kab.Lamongan memanfaatkan peluang dan potensi tersebut demi terwujudnya kemajuan perekonomian daerah dan masyarakat Lamongan. Wilayah Kab.Lamongan yang mempunyai letak strategis diantara pusat-pusat pertumbuhan di Jawa Timur merupakan potensi yang cukup besar untuk dioptimalkan dalam rangka pengembangan wilayah. Model pembangunan ekonomi daerah dengan pendekatan kutub pertumbuhan (Growth Pole Approach), yaitu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan (growth pole) khususnya di wilayah pantura dengan pihak investor merupakan strategi yang telah dikembangkan selama beberapa tahun ini. Diharapkan pusat-pusat pertumbuhan tersebut bisa menjadi engine of growth dari perekonomian Kabupaten Lamongan secara keseluruhan tanpa mengesampingkan pengembangan wilayah lainnya.Pertumbuhan Ekonomi / PDRB Nilai total PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) Kabupaten Lamongan pada tahun 2006 (yang masih merupakan angka estimasi/sangat sementara) adalah sebesar Rp.4,082 triliun. Sedangkan berdasarkan atas dasar berlaku (ADHB), PDRB Kabupaten Lamongan mencapai Rp.5,872 triliun atau meningkat sebesar 10,24% dibandingkan tahun 2005 dimana sebesar Rp.2,283 triliun disumbangkan oleh sektor pertanian . Perkembangan pencapaian kemajuan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari nilai pertumbuhan perekonomian yang dicapai tiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lamongan pada tahun 2006 mencapai 5,11%. Pertumbuhan ekonomi selama 5 (Lima) tahun terakhir (2002 s/d 2006) menunjukkan pola kecenderungan yang semakin meningkat. Namun demikian pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut disadari masih dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan Nasional yang pada tahun 2006 mencapai 5,5%. Struktur perekonomian Kabupataen Lamongan yang masih besar ditopang oleh sektor pertanian mengakibatkan laju pertumbuhan ekonominya masih dibawah rata-rata Jawa Timur dan Nasional Persoalan struktural yang dialami oleh sektor pertanian selama ini mengakibatkan rendahnya kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal ini dapat dilihat dari nilai pertumbuhan ekonomi yang disumbangakan oleh sektor pertanian selam kurun waktu 2002-2006 relatip stagnan, dimana pada tahun 2006 hanya tumbuh sebesar 1,72%, paling rendah dibandingkan pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Berkaitan dengan kondisi tersebut, upaya peningakatan nilai tambah produk-produk komoditi pertanian pada tahun-tahuin mendatang melalui pengembangan kegiatan pengolahan hasil komoditi pertanian (industri pengolahan berbasis komoditi pertanian) menjadi salah satu pemecahannya.Berdasarkan data perkembangan salama 5 (Lima) tahun terakhir (2002 s/d2006) struktur perekonomian Kabupaten Lamongan masih belum banyak mengalami perubahan yaitu masih ditopang utamanya oleh sektor primer (khususnya oleh sektor pertanian). Meski demikian peranan sektor primer menunjukkan kecenderungan samakin menurun, sedangkan sektor tersier (khususnya sektor perdagangan, hotel & restoran dan sektor jasa-jasa) menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2006 sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar yaitu 43,22% terhadap total PDRB ADHK Kabupaten Lamongan, kemudian berturut-turut diikuti oleh sektor perdagangan, hotel & restoran (29,58%) dan sektor jasa-jasa( 11,48%), dan sektor industri pengaolahan sebesar 5,51%.
Sumber : Dinas Pariwisata Kab.Lamongan

Baca Selengkapnya..

Pahlawan Lamongan  

Oleh M. Akbar Fitriyan, Hs

Di desa Gumantuk wilayah kec. Sekaran kab. Lamongan dan saat ini perkembangan wilayah sudah masuk wilayah Kec. Maduran Kab. Lamongan dan pada hari minggu legi tanggal 09 maret 1949 sekitar jam 17.00 sore telah terjadi pertempuran antara regu Kadet Soewoko yang terdiri dari 7 orang menyerang 1 peleton pasukan belanda yang terdiri 37 orang yang baru selesai mengangkat kendaraan powernya yang terperosok kedalam sungai ditepi sawah, dalam pertempuran ini telah timbul korban-korban dari kedua belah pihak dari regu Kadet Soewoko yang gugur 4 orang sebagai pahlawan bangsa .
Pahlawan bangsa yang berasal dari daerah di kabupaten Lamongan :
1. Kadet Soewoko ( dipatungkan)
2. Sdr. W i d o d o
3. Sdr. K a e r i
4. Sdr. L a s i b a n
menurut berita, Kadet Soewoko ketika terdesak dan dipaksa menyerahkan diri, tiba-tiba melemparkan granat nanasnya sehingga dia dan rekannya rela berkorban. Dan tentara belanda yang disekitarnya juga tewas.


Baca Selengkapnya..

Sunan Drajat  

Oleh M. Akbar Fitriyan, Hs

Di antara para wali, mungkin Sunan Drajat yang punya nama paling banyak. Semasa muda ia dikenal sebagai Raden Qasim, Qosim, atau Kasim. Masih banyak nama lain yang disandangnya di berbagai naskah kuno. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran Syarifuddin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munat.

Dia adalah putra Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyi Ageng Manila, alias Dewi Condrowati. Empat putra Sunan Ampel lainnya adalah Sunan Bonang, Siti Muntosiyah, yang dinikahi Sunan Giri, Nyi Ageng Maloka, yang diperistri Raden Patah, dan seorang putri yang disunting Sunan Kalijaga. Akan halnya Sunan Drajat sendiri, tak banyak naskah yang mengungkapkan jejaknya.


Ada diceritakan, Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda.

Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang –ada juga yang menyebut ikan cakalang.

Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, peristiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.

Konon, kedua tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang juga terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian menetap di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri Mbah Mayang Madu. Di Jelak, Raden Qasim mendirikan sebuah surau, dan akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji ratusan penduduk.

Jelak, yang semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang menjadi kampung besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar. Selang tiga tahun, Raden Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak, ke tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat itu dinamai Desa Drajat.

Namun, Raden Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya, masih menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam. Sunan lantas diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu, untuk membuka lahan baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa hutan belantara itu dikenal penduduk sebagai daerah angker.

Menurut sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan itu. Mereka menteror penduduk pada malam hari, dan menyebarkan penyakit. Namun, berkat kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi.Setelah pembukaan lahan rampung, Sunan Drajat bersama para pengikutnya membangun permukiman baru, seluas sekitar sembilan hektare.

Atas petunjuk Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan selatan, yang kini menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai Ndalem Duwur. Sunan mendirikan masjid agak jauh di barat tempat tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat berdakwah menyampaikan ajaran Islam kepada penduduk.

Sunan menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522.Di tempat itu kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang peninggalan Sunan Drajat –termasuk dayung perahu yang dulu pernah menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan kini dibiarkan kosong, dan dikeramatkan.

Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun perbuatan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian petuahnya. Maksudnya: “jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukan perbuatan itu.”

Sunan memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, ketiga, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.

Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah:

Paring teken marang kang kalunyon lan wuta;
paring pangan marang kang kaliren;
paring sandang marang kang kawudan;
paring payung kang kodanan.

Artinya:
berikan tongkat kepada orang buta;
berikan makan kepada yang kelaparan;
berikan pakaian kepada yang telanjang;
dan berikan payung kepada yang kehujanan.

Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berjalan mengitari perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang, konon, merajalela selama dan setelah pembukaan hutan. Usai salat asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil berzikir, mengingatkan penduduk untuk melaksanakan salat magrib.

”Berhentilah bekerja, jangan lupa salat,” katanya dengan nada membujuk.Ia selalu menelateni warga yang sakit, dengan mengobatinya menggunakan ramuan tradisional, dan doa. Sebagaimana para wali yang lain, Sunan Drajat terkenal dengan kesaktiannya. Sumur Lengsanga (leng sanga artinya lubang sembilan –webmaster) di kawasan Sumenggah, misalnya, diciptakan Sunan ketika ia merasa kelelahan dalam suatu perjalanan.

Ketika itu, Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan. Ketika Sunan kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi itu memancar air bening –yang kemudian menjadi sumur abadi. Dalam beberapa naskah, Sunan Drajat disebut-sebut menikahi tiga perempuan. Setelah menikah dengan Kemuning, ketika menetap di Desa Drajat, Sunan mengawini Retnayu Condrosekar, putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga.

Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri pertama Sunan Drajat adalah Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati. Alkisah, sebelum sampai di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya berguru mengaji kepada Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah itu bekas murid Sunan Ampel.

Di kalangan ulama di Pulau Jawa, bahkan hingga kini, memang ada tradisi ‘’saling memuridkan”. Dalam Babad Tjerbon diceritakan, setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal di Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran Kadrajat, atau Pangeran Drajat. Ada juga yang menyebutnya Syekh Syarifuddin.

Bekas padepokan Pangeran Drajat kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap dengan cungkup makam petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi. Di sana dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur Drajat. Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari pernikahannya dengan Dewi Sufiyah, Sunan Drajat dikaruniai tiga putra.

Anak tertua bernama Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua Pangeran Sandi, dan anak ketiga Dewi Wuryan. Ada pula kisah yang menyebutkan bahwa Sunan Drajat pernah menikah dengan Nyai Manten di Cirebon, dan dikaruniai empat putra. Namun, kisah ini agak kabur, tanpa meninggalkan jejak yang meyakinkan.

Wewarah pengentasan kemiskinan Sunan Drajat kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :

1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (didalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
4. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu - nafsu)
5. Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
6. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir bathin hanya bisa kita capai dengan sholat lima waktu)
7. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)

Baca Selengkapnya..

Sejarah Panji Laras Liris  

Oleh M. Akbar Fitriyan, Hs

Sebuah tradisi yang diduga berhubugan dengan sejarah leluhur Lamongan,Panji Laras Liris,masih di ugemi sebagian warga Soto.yakni, calon pengantin perempuan harus meminang(melamar)calon pengantin laki-laki.
Tradisi ini masih berhubungan dengan sejarah salah satu leluhur Kab. Lamongan yang bernama Mbah Sabilan.Dalam riwayat panji laras liris di ungkapakan,pada sekitar tahun 1640-1665 Kab.Lamongan dipimpin Bupati ketiga.Yakni, Raden Panji Puspa kusuma dengan gelar Kanjeng Gusti Adipati.Bupati itu mempunyai dua putra yaitu panji laras dan panji liris,sehingga mengakibatkan dua putri dari Adipati Wirasaba(wilayahnya sekitar kertosono nganjuk) yakni Dewi Andanwangi dan Dewi Andansari jatuh hati.

Karena Adipati Wirasaba didesak oleh ke dua putrinya akhirnya beliau menuruti keinginan putrinya untuk melamar panji laras dan panji liris di Lamongan,yang pada saat itu wirasaba belum memeluk agama islam,sedangkan di Lamongan islam sudah sangat melekat.
Untuk menyikapi hal itu panji laras dan liris meminta hadiah berupa dua genuk dan dua tikar yang terbuat dari batu, sebab genuk mangandung isyarat tempat untuk mengambil air wudhu sedangkan tikar untuk sholat yang mempunyai tujuan agar Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi mau masuk islam.
Kemudian Adipati wirasaba memenuhi permintaan itu,dan ke dua putrinya membawa langsung benda-benda tersebut dengan naik perahu yang di kawal oleh prajurit.Kedatangan ke dua putri tersebut di sambut langsung oleh panji laras liris di pinggir kali lamongan.
Ketika akan turun dari perahu kain panjang Dewi Andansari dan Dewi Andawangi terbuka dan kelihatan betisnya.Melihat betis ke dua putri tersebut panji laras maupun panji liris tercengang ketakutan karena melihat betis ke dua putri itu berbulu lebat.
Hal itu merupakan suatu penghinaan bagi prajurit Wirasaba,kemudian mereka mengejar panji laras dan panji liris demikian pula prajurit dari lamongan juga harus melindungi kedua pemuda tersebut yang akhirnya terjadi perang Babad.Dalam perang tersebut panji laras dan panji liris tewas,termasuk Pati Mbah Sabilan.
Jenazah mbah Sabilan dimakamkan dikelurahan Tumenggungan ,sedangkan jenazah panji laras dan panji Liris tidak ditemukan yang saat ini nama panji Laras dan panji Liris dan Dewi Andansari serta Dewi Andanwangi menjadi nama jalan di kota lamongan.Jalan tersebut di beri nama jalan Laras-Liris dan jalan Andanwangi serta jalan Andansari
Mbah Sabilan maupun panji laras dan panji liris dinilai meninggal dunia ketika sedang berjuang untuk syiar Islam.

Baca Selengkapnya..