Bencana Alam vs Ulah Manusia  

Oleh M. Akbar Fitriyan, Hs



Dewasa ini Indonesia dilanda berbagai bencana alam yang dahsyat secara bertubi-tubi yang telah banyak memakan korban dan telah banyak menyengsarakan rakyat negeri ini. Dari mulai gempa bumi dengan tsunami yang dasyat di Aceh, gempa di Jogyakarta dan di tempat2 lain seperti di Nabire (Papua) dan tsunami di Pangandaran, erupsi gunung api, sampai longsor dan banjir di mana-mana. Orang pun bertanya-tanya apakah bencana alam ini disebabkan ulah manusia, pengelolaan lingkungan yang tidak benar sehingga menimbulkan banjir yang hebat seperti halnya di Aceh dan di Sumatra Utara serta daerah-daerah lainnya. Pada umumnya mass media cenderung untuk selalu menjadikan ulah manusia yang serakah sebagai penyebab dari malapetaka ini, pembalakan dan penggundulan hutan yang menyebabkan banjir besar dan longsor di mana-mana. Hal ini tentu berdasarkan atas asumsi bahwa alam pada dasarnya adalah ramah lingkungan, manusialah yang menyebabkan malapetaka. Dari segi agama hal ini ada dasarnya. Sejak agama-agama terdahulu seperti di Yunani kuno maupun di Hindu kuno walaupun dalam Kitab Injil maupun Al Qur'an selalu disebutkan Tuhan menurunkan azabnya dalam bentuk bencana jika manusia di tempat tertentu sudah tidak berahlak lagi. Dari segi ilmiah murni yang bersifat empiris tentu juga mencari penyebab dari bencana alam pada proses alamnya sendiri, selain tentu juga melihat sampai di mana ulah manusia dapat menyebabkan bencana. Kecenderungan sekarang ini para ahli memang adalah bahwa ulah manusia telah merubah tatanan lingkungan global, seperti emisi CO2 yang menyebabkan global warming yang disertai penyusutan tudung es di kutub serta naiknya muka air laut, bolongnya lapisan ozon dsb.



Kalau kita simak dari berita-berita di mass media sebetulnya bencana alam yang bertubi-tubi ini tidak hanya terbatas pada Indonesia saja, tetapi hampir di seluruh dunia, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat pun, seperti badai Katrina. Kita hampir luput memperhatikan bahwa banjir besar serta longsor sering melanda hampir seluruh dunia pada waktu yang berbeda seperti di Malaysia, Bangladesh, Cina, Jepang, negara-negara Amerika Selatan bahkan di negara-negara Eropa atau di Amerika Serikat sekalipun, di negara-negara maju dengan pengaturan serta pengawasan lingkungan yang sangat ketat. Juga gempa bumi dan erupsi gunung api tidak di monopoli Indonesia saja.

Dari segi ilmu geologi, khususnya geologi sejarah, bencana alam seperti letusan gunung api, banjir dan longsor sudah sering terjadi sebelum manusia ada, bahkan sejak milyardan tahuh yang lalu, sebagaimana para ahli geologi dapat membaca dan menafsirkannya dari rekaman dalam berbagai lapisan batuan dari berbagai umur yang didukung oleh penelitian isotop. Dengan demikian banjir dan longsor tidak harus selalu disebabkan oleh ulah manusia, tetapi pada umumnya merupakan proses alamiah yang dalam prinsip ilmu geologi disebut sebagai bagian dari proses denudasi (proses pengarataan muka bumi). Juga dari rekaman dalam batuan itu para ahli geologi dapat membaca bahwa iklim serta lingkungan hidup di bumi ini tidak selalu sama seperti sekarang, tetapi selalu berubah-rubah, bahkan boleh jadi bersifat siklis (cyclic), seperti halnya terjadinya Zaman Es yang berakhir sekitar beberapa puluh ribu tahun yang lalu. Sejarah geologi bumi mengenal banyak zaman-zaman lainnya di mana iklim dan lingkungan hidup sama sekali berbeda dari zaman sekarang dengan penyebab alami, seperti letusan gunung api bertubi-tubi, perubahan inklinasi sumbu putar bumi, bahkan juga oleh jatuhnya benda langit yang besar seperti terjadi 65 juta tahun yang lalu yang menyebabkan punahnya jenis binatang Dinosaurus. Perubahan lingkungan ini dapat terjadi tiba-tiba maun berangsur-angsur yang mengakibatkan kepunahan jenis-jenis binatang tertentu dan munculnya spesies baru.

This entry was posted on 02.01 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 Komentar